Hardiknas, Ketua PB PMII: Pendidikan Adalah Hal Fundamental Membangun Peradaban

Jakarta, - Pendidikan adalah hak setiap warga negara. Begitulah salah satu bunyi dalam UUD 1945. Hal ini menegaskan bahwa akses terhadap Pendidikan adalah hak dasar yang harus di jamin oleh negara. Momentum Hari Pendidikan Nasional menjadi buah refleksi pada setiap langkahnya. Pendidikan adalah hal yang fundamental untuk membangun sebuah peradaban. Tanpa pendidikan yang memadai, mustahil peradaban terbangun dengan baik.

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati setiap tanggal 2 mei adalah untuk menghormati tokoh pendidikan nasional, yakni Ki Hadjar Dewantara. Tanggal yang bertepatan dengan kelahiran beliau pada 2 mei 1889 di Yogyakarta. Pada masa penjajahan belanda, Ki Hadjar Dewantara menentang kebijakan pendidikan kolonial yang hanya mengutamakan golongan tertentu. Sebagai bentuk perwalanan, ia mendirikan Taman Siswa pada tahun 1922, sebuah lembaga pendidikan yang terbuka bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa memandang status sosial.

Ki Hadjar Dewantara mengajarkan bahwa konsep pendidikan harus menuntun seseorang pada jalan kebermanfaatan, keselamatan dan kebahagiaan bukan hanya untuk individu tetapi juga untuk masyarakat. “Ing Ngarsa Sung Tuladha” (di depan memberi contoh) “Ing Madya Mangun Karsa” (di tengah membangun semangat) dan “Tut Wuri Handayani” (di belakang memberi dorongan).

Akses terhadap Pendidikan

Pendidikan harus dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Menurut John Rawls, dalam teori keadilan distributif, akses Pendidikan harus merata agar tercipta keadilan sosial, dan memastikan bahwa semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangan potensi mereka sepenuhnya. Ini menandakan bahwa sistem Pendidikan harus dirancang untuk mendukung kebebasan individu dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan merata.

Berdasarkan data GoodStats tahun (2024), pada tahun 2023 hanya 66,8% masyarakat Indonesia yang menamatkan jenjang SMA/sederajat, dengan ketimpangan mencolok antara perkotaan (73,2%) dan perdesaan (56,3%). Masalah tersebut kemudian diperparah oleh distribusi guru dan fasilitas belajar yang belum merata. Fenomena ini menunjukan lemahnya intervensi afirmatif di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Dalam sumber Organization for economic cooperation and development (OECD) hasil PISA 2022 yang di rilis tahun 2024 menunjukan penurunan skor Indonesia dalam membaca dengan nilai (359) dan sains (383). Nilai tersebut rupanya tidak memenuhi target RPJMN tahun 2024 dan menunjukan masih rendah nya efektivitas sistem pembelajaran dasar. Indonesia masih jauh tertinggal, baik dalam kemampuan matematika matematika dan sains, dibandingkan dengan lima negara yang lain di Kawasan asean yakni, singapura, brunei, Vietnam, Malaysia dan Thailand. Ini menjadi bukti bahwa, masih ada permasalahan dalam Pendidikan kita, dan momentum Hardiknas menjadi buah refleksi untuk terus membenahi dan memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia.

Melihat Negara Maju

Tidak ada salahnya, Indonesia melihat pendidikan di negara maju, seperti Jepang. Yang dalam hal ini telah berhasil menerapkan prinsip pemerataan pendidikan secara menyeluruh. Jepang yang di kenal dengan memiliki sistem distribusi sumber daya Pendidikan yang merata, baik dalam hal fasilitas sekolah, tenaga pengajar, maupun kurikulum nasional yang seragam. Berdasarkan laporan UNESCO tahun 2024, lebih dari 95% sekolah dasar dan menengah di Jepang memiliki akses terhadap fasilitas pendidikan digital, perpustakaan dan guru bersertifikasi.

Jepang juga memiliki infrastruktur pendidikan yang kuat dan dukungan finansial yang memadai untuk semua sekolah. Di Indonesia, masih banyak sekolah di daerah terpencil belum memiliki akses yang sama terhadap sumber daya pendidikan, seperti buku, teknologi, dan guru berkualitas. Ini tentu menciptakan kesenjangan dalam pendidikan. Tanpa dukungan finansial yang memadai, sekolah-sekolah akan kesulitan meningkatkan kulaitas pendidikan mereka.

Meskipun ada sistem zonasi, kualias pendidikan sekolah di Jepang cenderung merata. Di Indonesia sistem zonasi sering kali mengakibatkan perbedaan kualitas pendidikan yang signifikan antara sekolah-sekolah di daerah pedesaan yang dapat mengakibatkan ketidakadilan dalam pendidikan. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh ketidakmerataan dalam alokasi sumber daya dan fasilitas pendidikan, yang tidak sebanding dengan yang ada di Jepang.

Pemerintah Jepang juga menjalankan kebijakan Equal Educational Opportunity yang menjamin bahwa setiap siswa, tanpa memandang wilayah tinggal, memperoleh kualitas pendidikan yang setara. Sistem insentif dan rotasi guru antarwilayah turut memastikan bahwa daerah rural tidak kekurangan tenaga pendidik berkualitas. Dengan pendekatan desentralisasi yang tetap mempertahankan standar nasional, Jepang mampu menjaga kesetaraan capaian akademik lintas wilayah.

Praktek di Jepang menunjukan bahwa komitmen politik yang kuat, investasi infrastruktur yang merata, dan pelatihan berkelanjutan bagi guru adalah kunci dalam menutup jurang ketimpangan pendidikan. Indonesia bisa melihat jepang sebagai salah satu contoh acuan membangun kebijakan dalam penyesuaian konteks lokal terutama menjalankan Pendidikan di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).

Harapan dan Tantangan Ke Depan

Dalam data Kementerian Pendidikan, pada tahun 2023, disebutkan bahwa hanya 60% sekolah di Indonesia yang hanya memiliki akses internet memadai, sementara 30% sekolah masih memerlukan renovasi terutama di wilayah 3T. Selain itu, 45% guru belum mengikuti pelatihan kurikulum merdeka secara menyeluruh, yang berdampak pada efektivitas pengajaran.

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji pun menyoroti dominasi peran swasta dalam pendidikan menengah dan tinggi. Ia mencatat bahwa jumlah SMA swasta (7.396) melebihi SMA negeri (7.049), dan perguruan tinggi swasta (2.982) jauh lebih banyak dibandingkan perguruan tinggi negeri (125). Kondisi ini menyebabkan salah satu permasalahan biaya pendidikan melambung tinggi dan akses pendidikan menjadi tidak merata. Ini menjadi sebuah tantangan untuk segera diselesaikan.

Pemerintah kiranya perlu mendengarkan banyak pihak untuk perbaikan pendidikan kita. Selain dari pemangku kepentingan, termasuk guru, mahasiswa dan masyarakat untuk merumuskan kebijakan yang lebih berpihak terhadap peningkatan kualitas pemerataan Pendidikan. Hanya dengan kebersamaan, komitmen dan Tindakan yang nyata, kita dapat mewujudkan cita-cita pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dengan alokasi anggaran Pendidikan sebesar 724,3 triliun menjadi alokasi tertinggi dalam sejarah Indonesia, serta bisa memberikan akses keadilan terhadap pemerataan dan kualitas pendidikan di Indonesia, juga mempertegas distribusi dan kesejahteraan guru.

Bagaimana pun pendidikan adalah senjata dalam membangun karakter bangsa. Pendidikan bukan hanya tentang akal tetapi tentang nurani yang menjadikan seseorang berlaku adil dan jujur. Bukan hanya untuk dirinya, tetapi untuk masyarakat nya.

Selamat Hari Pendidikan Nasional. “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu Untuk Semua”.


Ketua PB PMII Bidang Pendidikan, Riset dan Ilmu Pengetahuan, Apriliana Eka Dani. Foto: dok PB PMII.