Jakarta, PMII.ID-Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PB PMII) Muhammad Abdullah Syukri menjadi salah satu
narasumber pada kegiatan Diskusi Peringatan 1 Tahun Wafatnya Sabam Sirait yang
diselenggarakan Pena 98 di di Jakarta, Kamis (13/10/2022). Diskusi ini mengangkat
tema ‘Mempertahankan Demokrasi Pancasila di NKRI’. Sabam Sirait merupakan alumni
Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) yang mengabdikan dirinya di dunia
politik.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum PB PMII
Muhammad Abdullah Syukri mengungkap nikmatnya menjadi bangsa Indonesia. Menurut
dia, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia patut untuk disyukuri, karena
mampu menyatukan masyarakat dengan tidak melihat latar belakang suku maupun
agama.
Padahal, kata dia, seandainya para pendiri
bangsa dari kelompok mayoritas (Islam) egois, mungkin saja bentuk negara Indonesia
bukanlah kesatuan melainkan negara Islam. Atau bahasa nasional di Indonesia
bisa saja dipilih bahasa Jawa. Namun, berkat keterbukaan hati para
pendiri bangsa, bentuk negara ini adalah negara kesatuan yang mengedepankan persatuan dan kesatuan tanpa melihat suku, ras dan agama.
Gus Abe membandingkan Indonesia dengan
negara-negara lain yang pernah dia kunjungi, diantaranya beberapa negara Eropa.
Di sana, sangat sulit membentuk negara bangsa atau negara kesatuan seperti
Indonesia karena ada kekakuan yang belum mencair.
Hal ini dia buktikan ketika menempuh studi dan menetap
di Jerman, yang secara kebetulan berkesempatan mengunjungi beberapa negara Uni
Eropa salah satunya Serbia. Di sana, dia berdialog dengan masyarakat setempat.
Serbia sendiri merupakan negara pecahan Ugoslavia, awalnya negara ini cukup
luas tetapi karena berkonflik pada tahun 1990-an negara ini pecah menjadi
beberapa negara kecil seperti Bosnia, Herzegofina dan Kroasia.
“Saya mau bayangkan itu di Indonesia, bagaimana
Lampung menjadi negara sendiri. Bayangkan ketika mau naik haji, misalnya saya
orang Cirebon mau naik haji. Sementara Cirebon sedang perang dengan Aceh, bisa-bisa saat naik pesawat (menuju Makkah) kita dirudal. Karena sudah banyak contoh, negara konflik lewat ke kawasan negara
lawannya dirudal,” kata Gus Abe.
Lebih lanjut, di Indonesia perbedaan suku dan
agama tidak mengurangi solidaritas dan persatuan masyarakatnya. Apapun
agamanya, apapun sukunya, semuanya merasa berkewajiban mempertahankan kedaulatan
negara.
“Nikmatnya Indonesia, saya Jawa, Bapak Ibu
sekalian Batak, mau Islam mau Kristen kita tetap NKRI. Itu luar biasa,” tegasnya.
Abe mencontohkan, bahwa berdasarkan
pengalamnnya itu, kerukunan umat beragama di Indonesia tidak tercermin di Kota
Belgrade, Serbia. Saat itu, dia hendak shalat Jumat di Belgrade, begitu
dihormatinya dia oleh umat Muslim di sana. Ketika bertanya mengapa masjid di
negara tersebut hanya satu, mereka menjawab bahwa masjid di Belgrade sudah
beralihfungsi menjadi gereja.
Umat Muslim di Belgrade terlihat masih memiliki
dendam terhadap negara-negara jajahan Turki Ustmani, sebab Islam disebarkan di
negara tersebut dengan cara peperangan. Berbeda dengan Indonesia, Islam masuk
ke Indonesia dengan cara damai melalui akulturasi budaya, pernikahan dan
perdagangan.
“Di Negara itu masih menyimpan dendam. Ketika
Turki Utsmani kalah, semua masjid dialihfungsikan menjadi gereja. Akhirnya
sebagian besar Muslim tinggal di Bosnia, ketika saya tanya kenapa begitu? Jawabannya,
karena kelihatannya di Bosnia lebih cocok kulturnya dengan Muslim. Saya juga
bingung bagaimana memahami itu, sedangkan fakta di Indonesia tidak demikian, mau Batak mau Manado,
Kristen Islam kita fine-fine saja,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui, semboyan Republik
Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika, dimaknai sebagai keberagaman budaya, suku
bangsa, ras, etnis, agama, dan bahasa daerah tetapi tetap menjadi satu
kesatuan. Kemajemukan yang ada di
Indonesia terjalin dalam satu kesatuan bangsa yang utuh dan berdaulat.
Keragaman Indonesia adalah kekayaan sekaligus berkah bagi bangsa Indonesia.
Diskusi dalam rangka memperingati 1 tahun wafatnya
Sabam Sirait, menghadirkan narasumber lain yaitu: Irjen Pol (P) Drs. Sidharto
Danusubroto, SH selaku Anggota Wantimpres, Adian Napitupulu selaku Anggota DPR
RI, H. Bursah Zarnubi selaku politikus dan aktivis dan Tri Natalia Urada selaku
Ketua Umum PMKRI.
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
2 Comments