Jakarta, pmii.id – Gelombang demonstrasi yang merebak di berbagai daerah dalam sepekan terakhir menjadi sorotan tajam organisasi kemahasiswaan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Ketua Umum Pengurus Besar PMII, M. Shofiyulloh Cokro, menegaskan pemerintah tidak boleh lagi bersikap pasif. Menurutnya, perlu ada langkah tegas dan solutif agar keresahan masyarakat tidak berkembang menjadi tindakan anarkis yang mengancam stabilitas bangsa.(01/09/2025)
Pernyataan itu dituangkan dalam Surat Edaran Nomor 289.PB-ΧΧΙ.02.047.A-1.08.2025 yang ditandatangani Minggu, 31 Agustus 2025. Isi surat tersebut berisi penegasan sikap organisasi terhadap situasi sosial-politik yang dianggap semakin tidak terkendali. “Perkembangan kondisi kebangsaan akhir-akhir ini tidak kondusif,” kata Shofiyulloh. Ia menilai, demonstrasi rakyat yang pada mulanya berjalan dalam koridor substansial kini bergeser menjadi aksi yang rentan dipolitisasi dan dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk tujuan destruktif.
Dinamika Aksi dan Kekhawatiran PMII
Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah kota besar dilanda unjuk rasa yang semula digerakkan oleh isu-isu ekonomi dan kebijakan publik. Namun, alih-alih menyuarakan aspirasi secara damai, sebagian demonstrasi berubah menjadi ajang bentrokan dengan aparat. Di sejumlah lokasi, massa bahkan melakukan perusakan fasilitas umum, penjarahan toko, hingga memicu ketakutan di kalangan masyarakat.
Fenomena ini, menurut PB PMII, adalah gejala mengkhawatirkan. Sebab, ketika saluran demokrasi berupa demonstrasi dijalankan dengan cara-cara anarkis, yang muncul bukan lagi penyampaian aspirasi, melainkan potensi chaos yang merugikan semua pihak. “Kami tidak menolak demonstrasi. Tetapi ketika berubah menjadi tindakan anarkis, di situlah bahaya mengintai,” ujar Shofiyulloh dalam keterangan tertulisnya.
PMII sebagai salah satu organisasi mahasiswa Islam terbesar merasa terpanggil untuk memberikan pandangan kritis. Organisasi yang lahir dari rahim pergerakan intelektual Islam ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara hak menyampaikan pendapat dan kewajiban menjaga ketertiban.
Empat Poin Sikap
Melalui surat edaran itu, PB PMII merinci empat sikap resmi. Pertama, PMII menuntut pemerintah segera mengambil sikap tegas, solutif, dan bertanggung jawab dalam menghadapi persoalan bangsa. Menurut PMII, lambannya respons pemerintah hanya akan memperlebar jurang ketidakpercayaan publik.
Kedua, PMII meminta seluruh elemen masyarakat, khususnya kader PMII, menghindari provokasi dan menjauhi tindakan anarkis. Seruan ini bukan tanpa alasan. Dalam setiap momentum krisis, mahasiswa kerap dijadikan alat oleh pihak-pihak yang ingin menunggangi gerakan.
Ketiga, PMII mengimbau para kader di tingkat PKC (Pengurus Koordinator Cabang) maupun PC (Pengurus Cabang) untuk tetap menahan diri. Bagi Shofiyulloh, konsolidasi internal jauh lebih penting ketimbang ikut larut dalam arus kericuhan. “Organisasi ini harus tetap solid di tengah situasi bangsa yang penuh ketidakpastian,” ujarnya.
Keempat, PMII menegaskan bahwa perjuangan kader harus tetap berlandaskan nilai keislaman, kebangsaan, moralitas, serta kemaslahatan rakyat. Sikap ini dimaksudkan agar setiap tindakan yang dilakukan kader PMII tidak kehilangan arah dan tetap berpijak pada prinsip dasar organisasi.
Konteks Kebangsaan yang Memanas
Pernyataan sikap PB PMII lahir di tengah situasi sosial-politik yang kian panas. Isu kenaikan harga kebutuhan pokok, ketidakpastian ekonomi, hingga kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak pada rakyat menjadi bahan bakar bagi maraknya demonstrasi.
Namun, alih-alih fokus pada substansi tuntutan, demonstrasi di beberapa daerah justru melahirkan rentetan kericuhan. Aksi perusakan gedung pemerintah, pembakaran fasilitas umum, hingga penjarahan pasar tradisional di sejumlah kota menjadi gambaran betapa tipisnya batas antara penyampaian aspirasi dan kekacauan sosial.
Di titik inilah PMII menegaskan bahwa pemerintah harus bertindak. Menurut mereka, jika negara terus menunda keputusan strategis, bukan tidak mungkin eskalasi aksi massa akan meluas dan merugikan kepentingan nasional.
Seruan Moral untuk Kader
Bagi Shofiyulloh, tantangan terberat saat ini adalah menjaga idealisme kader PMII agar tidak tergelincir ke arah kekerasan. Ia menegaskan, organisasi mahasiswa harus tampil sebagai penyejuk, bukan justru menambah bara konflik. “Perjuangan PMII tidak boleh lepas dari nilai keislaman dan kebangsaan, serta menjunjung tinggi moralitas dan kepentingan rakyat,” katanya.
Seruan ini juga menjadi pengingat bahwa sejarah panjang PMII selalu diwarnai peran intelektual mahasiswa Islam yang berdiri di garda depan perubahan sosial, namun tetap dalam kerangka moralitas.
Menjaga Demokrasi, Mengawal Bangsa
Narasi yang dibangun PB PMII kali ini memperlihatkan betapa pentingnya posisi organisasi mahasiswa dalam mengawal demokrasi. Mereka tidak hanya mengkritik pemerintah agar lebih cepat dan responsif, tetapi juga mengingatkan masyarakat luas untuk tetap menyalurkan aspirasi dengan cara-cara damai.
Di tengah gelombang ketidakpastian, suara PMII bergaung sebagai ajakan moral: negara perlu bertindak tegas, rakyat harus bijak dalam berekspresi, dan mahasiswa tetap konsisten menjaga nilai-nilai perjuangan yang berorientasi pada kemaslahatan bangsa.
Bagi PMII, menjaga stabilitas bukan berarti mematikan suara kritis. Sebaliknya, kritik yang disampaikan dengan cara damai justru menjadi energi positif bagi negara. Yang dikecam adalah tindakan anarkis yang justru merusak esensi demokrasi itu sendiri.