Jakarta, 2 September 2025 - Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) melayangkan kritik tajam terhadap kebijakan sepihak Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) yang menonaktifkan fitur live streaming TikTok sejak 30 Agustus lalu. Meski per hari ini fitur tersebut kembali diaktifkan, PB PMII menilai kebijakan tersebut gegabah, reaktif, dan mencerminkan kegagalan sistemik kementerian dalam menjalankan mandat strategisnya untuk melindungi sekaligus mengembangkan ruang digital nasional.
Ketua Bidang Siber dan Sandi Negara PB PMII, Moch. Mahfud, menyatakan bahwa Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, gagal menjalankan tiga fungsi utama: pengawasan, perlindungan demokrasi digital, dan pemberdayaan ekonomi digital rakyat. Karena itu, PB PMII mendesak evaluasi menyeluruh terhadap struktur dan kebijakan Kemkomdigi, termasuk mempertimbangkan pencopotan Menteri jika langkah korektif tidak segera ditempuh.
“Menutup fitur live hanya karena ketakutan terhadap konten provokatif adalah bentuk kekerdilan negara dalam membaca realitas digital. Jika ruang digital hanya dikelola dengan paranoia dan kepanikan, maka negara bukan hanya gagal, tetapi juga membahayakan demokrasi,” tegas Mahfud.
Klaim Lemah dan Kebijakan Represif
Pemblokiran fitur live sebelumnya didasari pernyataan Menteri Meutya Hafid mengenai dugaan aliran dana mencurigakan dari fitur donasi TikTok Live, yang disebut terkait provokasi demonstrasi dan jaringan judi online. Namun, PB PMII menilai klaim tersebut sarat framing, tidak dibarengi data terbuka, serta menjadi dalih untuk langkah represif terhadap jutaan rakyat yang menggantungkan hidup pada fitur digital tersebut.
Mahfud menegaskan bahwa kebijakan ini bukan hanya panik, tetapi juga menunjukkan kegagalan Kemkomdigi dalam menghadapi kompleksitas ruang digital. Kementerian disebut gagal mendeteksi dan mencegah penyebaran jaringan judi online serta konten radikal, sekaligus gagal membedakan pelaku kejahatan digital dengan pelaku ekonomi digital.
Fragmentasi Kebijakan dan Lemahnya Tata Kelola
PB PMII juga menyoroti absennya roadmap tata kelola ruang digital nasional yang komprehensif. Fragmentasi kebijakan tercermin dari lemahnya koordinasi antar lembaga dalam menangani hoaks, penyalahgunaan data pribadi, hingga eksploitasi algoritma oleh platform asing. Kejadian berulang seperti kebocoran data SIM card, data medis, hingga data pemilu menunjukkan bahwa sistem perlindungan data pribadi masih jauh dari efektif, meskipun UU PDP telah disahkan.
Dampak Ekonomi ke UMKM Digital
Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, lebih dari 40% pelaku UMKM digital bergantung pada fitur live e-commerce untuk memasarkan produk. Laporan TikTok 2023 bahkan menyebutkan satu dari tiga UMKM di Indonesia berhasil meningkatkan omzet berkat fitur ini. Survei Asosiasi E-commerce Indonesia juga menunjukkan 58% pelaku UMKM online menjadikan live streaming sebagai strategi utama penjualan.
“Menutup fitur ini sama saja dengan memutus mata rantai ekonomi rakyat kecil secara sepihak dan tanpa solusi. Ini bukan sekadar kebijakan buruk, ini pembunuhan ekonomi rakyat kecil. Jika pelaku provokasi hanya segelintir, mengapa jutaan pedagang jujur yang harus dihukum?” ujar Mahfud.
Ancaman Terhadap Demokrasi Digital
PB PMII menilai persoalan ini bukan hanya soal ekonomi digital, tetapi juga menyangkut keberlangsungan demokrasi. Ruang digital telah menjadi perpanjangan ruang sipil: tempat berekspresi, bersuara, dan menyampaikan kritik. Dengan mematikan fitur vital seperti live streaming, negara dianggap sedang membatasi kebebasan berekspresi rakyat.
“Jika ruang digital terus diperlakukan seperti aula aristokrat yang hanya boleh digunakan dengan izin kekuasaan, maka negara sedang mengkhianati semangat demokrasi,” tambah Mahfud.
Empat Tuntutan PB PMII
Atas dasar itu, PB PMII menyampaikan empat tuntutan utama kepada pemerintah:
1. Evaluasi total terhadap struktur dan sistem Kemkomdigi.
2. Audit independen dan transparan terkait klaim aliran dana provokatif dan keterlibatan jaringan ilegal.
3. Penyusunan regulasi berbasis data yang mampu membedakan pelaku kejahatan digital dengan pelaku usaha digital.
4. Penggunaan teknologi cerdas berbasis AI dan pengawasan komunitas untuk mendeteksi konten berbahaya tanpa merugikan pengguna sah.
Sebagai penutup, PB PMII memperingatkan pemerintah:
“Apabila dalam waktu dekat tidak ada koreksi kebijakan dan perbaikan sistemik, kami meminta Presiden untuk mengevaluasi atau mencopot Meutya Hafid dari jabatannya. Jika tidak, berarti negara sedang melindungi ketidakmampuan sekaligus memperkuat represi. Dan kami tidak akan diam,” tegas Mahfud.