JAKARTA, PMII.ID-PEMANTAU Pemilu Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) mengungkapkan, politik uang menjadi salah satu ancaman serius di Pemilu serentak tahun 2024 mendatang. Politik uang tidak lagi antara peserta dan pemilih, tetapi merambah ke penyelenggara pemilu terutama KPU dan Bawaslu.
“Politik uang ini racun yang mematikan demokrasi. Parahnya, bukan saja terjadi antara calon legislative dan pemilih, tetapi virus politik uang ini juga telah menerobos ke KPU-Bawaslu. Sebut saja misalkan, ada beberapa amar putusan DKPP yang menjatuhkan hukuman terhadap KPUD yang dimana menerima uang dari calon legislative. Hal tersebut tentu berdampak buruk terhadap derajat kepemiluan di Indonesia, dan fenomena tersebut awal dari keruntuhan demokrasi dalam lembaga demokrasi itu sendiri,” jelas Hasnu Ibrahim Kornas Pemantau Pemilu PB PMII pada acara Forum Muda Partisipasi Pemantau Pemilu PB PMII, Kamis (27/07/2023) siang.
Hasnu mengatakan, kendati demikian, di era demokrasi digital seperti sekarang ini, ada trend baru dalam konteks “modus politik uang” yang dimainkan oleh para parpol peserta pemilu baik dilakukan oleh calon legislative maupun calon eksekutif. Sebut saja misalkan trend uang elektronik dan proses transaksi menggunakan sejumlah aplikasi digital.
Celakanya, kata Hasnu, aspek regulasi seperti PKPU dan Perbawaslu spesifik yang mengatur soal tersebut belum ada. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi proses electoral di tahun 2024 mendatang. Tantangan lain adalah pemilih berpandangan “permisif” alias menormalisasikan praktik politik uang, sebut saja misalkan survey LSI tahun 2019 bahwa 48 persen pemilih menganggap politik uang biasa saja.
Terlepas dari itu, lanjut Hasnu, Pemantau Pemilu PB PMII juga menyoroti secara khusus terkait “politisasi kebijakan”. Hal ini menjadi problem tersendiri, di mana parpol melalui wakil publiknya baik di DPR, Kementerian, Gubernur dan Bupati/Walikota mereka sebagai incumbent yang akan bertarung pada pemilu serentak tahun 2024, maka berpotensi memainkan strategi politik kartel dan strategi klientalisme melalui skema deregulasi yang syarat konflik kepentingan serta merugikan public secara luas.
Melalui Forum Muda Partisipasi ini juga, sambung Hasnu, kami mengingatkan secara khusus terutama kepada parpol peserta pemilu, para caleg dan calon wakil public agar tidak menggunakan politisasi SARA.
Hasnu mengatakan, Politisasi SARA ini akan membahayakan kebhinekaan, membahayakan stabilitas negara di tengah kemajemukan. Politisasi SARA seperti korek dan bensin, pada akhirnya akan menciptakan konflik sosial dan konflik politik yang akan menyeret dan merambah ke segala sektor, maka bukan sesuatu yang mustahil pertumpahan darah sebagai taruhannya.
“Pada Pemilu 2024 mendatang, kita mendorong parpol peserta pemilu dan calon wakil public agar dewasa dalam berkampanye. Artinya, kampanye politik yang mengedepankan ide-ide besar dalam menyelesaikan problem kenegaraan seperti krisisis iklim, kesenjangan sosial, Pendidikan yang belum teratasi, kemiskinan di mana-mana, pemerataan pembangunan dan sejumlah isu kerakyatan lainnya agar terselesaikan,” punglas Hasnu Ibrahim Kornas Pemantau Pemilu PB PMII yang juga Wasekjen PB PMII Bidang Politik, Hukum dan HAM.
2 Comments