Tuntutan PB PMII Terkait Tindakan Refresif Polisi pada Kegiatan Refleksi Sumpah Pemuda

Jakarta, PB PMII-Momentum peringatan hari sumpah pemuda 28 Oktober 2021 yang digelar oleh Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) disikapi secara represif oleh aparat kepolisian di lapangan.Padahal, kegiatan tersebut hanya menyalakan 96 lilin sebagai bentuk penghormatan PMII terhadap peristiwa sejarah penting yang telah merekatkan persatuan pemuda-pemudi Indonesia.iketahui, tindakan represif terhadap aktivis PB PMII itu dilakukan pada saat akan menyalakan lilin di depan gerbang Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, pada Kamis malam (28/10/20210. Walhasil, kegiatan ini dibubarkan secara paksa oleh pihak kepolisian.

Ketua PB PMII Bidang Hubungan Organisasi Kemahasiswaan, Kepemudaan, Kemasyarakatan, dan LSM (HOK3L/OKP), Yogi Apendi, mengatakan, tindakan represif terhadap aktivis mahasiswa dinilai mencedarai semangat demokrasi yang tengah dipupuk.Hal ini menambah daftar presedent buruk kepolisian yang dipimpin Kapolri Jendral Sigit Prabowo.

Padahal, kata Yogi, meskipun aparat kepolisian yang bertugas berlindung di bawah Peraturan Kapolri (Perkappolri) Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, tapi sangat tidak dibenarkan jika penanganan harus dilakukan secara represif.

Menurut Yogi, alasan pihak kepolisian membubarkan massa aksi dari PB PMII itu karena menggelar unjuk rasa di malam hari. Maka, kegiatan itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Ia mengatakan, selama ini kepolisian acap kali beralibi dengan UU tersebut, padahal, dalam UU itu mengatur tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Dan tidak mengatur tentang batas waktu seseorang atau kelompok untuk melakukan demonstrasi. Artinya, malam hari juga dibolehkan selama terkoordinasi.

“Aksi represif terhadap sahabat-sahabat PB PMII dalam rangka memperingati hari sumpah pemuda kali ini jelas mencederai nilai-nilai demokrasi dan komitmen kepolisian untuk mengayomi, apalagi sampai ada tindakan perampasan alat rekam dari tim dokumentasi kami. Maka dari itu, PB PMII menegaskan agar peraturan kapolri tersebut dicabut. Kemudian, mendesak Presiden Jokowi agar melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja polri,” jelas Yogi.

Minyikapi tindakan represif aparat kepolisian tersebut, maka dari itu Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) menyatakan sikap sebagai berikut:

Pertama: Mendesak Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo segera melakukan evaluasi secara besar-besaran terhadap kinerja Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang dipimpin Jendral Listyo Sigit Prabowo.

Kedua: Mendesak Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo agar segera mencabut Peraturan Kapolri (Perkappolri) Nomor 9 tahun 2008, karena dinilai bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Ketiga: Mendesak Pihak keamanan untuk segera meminta maaf kepada PB PMII atas tindakan pengamanan yang berlebihan di lapangan.

"Yang membatasi Hak seseorang adalah Hak orang lain, begitu konsep dasar HAM. Jadi, selama tidak mengganggu ketertiban, apalagi dilaksanakan di ruang sepi seperti di depan Gerbang Monas malam hari, maka seharusnya tidak menjadi persoalan. Sekali lagi, yang membatasi Hak Publik bukanlah POLRI,” tegas Yogi.*

0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *