Wasekjend PB PMII Soroti Polemik Kasus Kuota Haji, Desak KPK Tegas dan Transparan

OIeh: Fuad Muhammad, Wasekjend PB PMII Bidang Agama.

PMII.ID - Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) khusunya dalam hal ini Bidang Keagamaan dan Hubungan Umat Beragama, menanggapi dinamika penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji yang tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). PB PMII menyatakan sikap resmi terkait perkembangan penyidikan dugaan korupsi kuota haji yang saat ini sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Wasekjend PB PMII, penyidikan yang belum juga menetapkan tersangka dan hanya diwarnai isu keterkaitan aliran dana ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah menimbulkan keresahan di internal Nahdliyin maupun di ruang publik yang lebih luas.

“Kami di PB PMII memandang bahwa pemberantasan korupsi harus ditegakkan dengan penuh keberanian, transparansi, dan profesionalitas. Korupsi adalah kejahatan besar yang merusak sendi bangsa, tetapi dalam kasus ini jangan sampai marwah NU sebagai institusi keagamaan justru dikorbankan oleh narasi yang belum jelas ujungnya,” demikian terang Wasekjend PB PMII Bidang Agama, Fuad Muhammad.

PB PMII menegaskan, isu yang berkembang mengenai dugaan aliran dana ke PBNU berpotensi menimbulkan stigma dan kesan negatif terhadap lembaga keagamaan terbesar di Indonesia tersebut. Padahal, NU selama ini dikenal sebagai pilar persatuan nasional sekaligus benteng moral bangsa.

“Marwah NU bukan sekadar nama, melainkan simbol kepercayaan umat. Membiarkan nama NU dipermainkan sama saja dengan melemahkan akar peradaban keagamaan dan kebangsaan kita. Dalam hal ini, kami berharap KPK tidak menjadikan NU sebagai kambing hitam, karena dampaknya akan merugikan ketenangan batin jutaan warga Nahdliyin,” lanjut pernyataan itu.

Desakan agar KPK segera bersikap tegas sejatinya juga datang dari kalangan internal NU. A’wan PBNU, KH Abdul Muhaimin, sebelumnya mengingatkan KPK untuk tidak mempermainkan waktu.

“Segera umumkan tersangkanya supaya tidak ada kesan KPK memainkan tempo yang membuat resah internal NU, khususnya warga,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (13/9).

PB PMII menyebut pernyataan tersebut sejalan dengan keresahan yang dirasakan kader muda NU di berbagai daerah. Ketidakjelasan proses hukum dinilai hanya akan memperkuat spekulasi liar dan membuka ruang tafsir yang merugikan NU.

“Kami menegaskan posisi PB PMII tidak untuk mengintervensi proses hukum, tetapi untuk memastikan keadilan dijalankan dengan benar. Penegakan hukum yang akuntabel justru akan memperkuat kepercayaan publik kepada KPK. Sebaliknya, proses yang penuh ketidakpastian dan spekulasi bisa melemahkan legitimasi lembaga itu sendiri,” lanjut terang Wasekjend PB PMII.

PB PMII juga mengingatkan bahwa dampak sosial dari kasus ini tidak boleh diabaikan. Warga Nahdliyin, sebagai bagian terbesar dari umat Islam di Indonesia, menaruh harapan besar agar NU tetap berdiri tegak sebagai lembaga yang bersih dan terhormat. Oleh sebab itu, setiap narasi yang mengaitkan NU dengan kasus korupsi harus direspons dengan kehati-hatian dan disertai bukti hukum yang jelas.

“Pada akhirnya, kami percaya hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Tetapi kami juga percaya, keadilan tidak boleh ditegakkan dengan cara mengorbankan reputasi dan kehormatan sebuah institusi keagamaan yang telah lama menjadi penopang kehidupan berbangsa. Itu sebabnya, kami mendesak KPK segera mempercepat proses hukum, menetapkan tersangka, dan menjelaskan secara terbuka kepada publik agar keresahan ini tidak terus berlarut,” tutup pernyataan Wasekjend PB PMII.

Dalam hal pemberitaan yang beredar luas, Wasekjend PB PMII Juga mengimbau “PB PMII mengajak semua pihak, khususnya KPK dan media, untuk lebih berhati-hati dalam membangun narasi publik dan menghentikan framing negatif kepada NU. Mengaitkan Nahdlatul Ulama secara kelembagaan dengan isu dugaan korupsi tanpa dasar yang jelas hanya akan melukai hati jutaan warga Nahdliyin yang selama ini menaruh kepercayaan penuh pada NU. Jika ada pihak yang terlibat, proses hukum harus dipastikan berjalan adil secara personal, tanpa harus menyeret marwah institusi. Kami percaya, menjaga nama baik NU berarti menjaga ketenangan umat sekaligus merawat persatuan bangsa.”

Sebagai penutup, PB PMII menegaskan bahwa tetap mendukung sepenuhnya upaya penegakan hukum yang transparan dan adil, seraya berharap agar KPK tidak menyeret NU secara lembaga ke dalam pusaran stigma yang belum terbukti. Bagi kami, menjaga nama baik NU berarti juga menjaga ketenangan batin jutaan warga Nahdliyin yang selalu percaya pada nilai kejujuran dan integritas.