Kembalinya Trump ke Panggung Dunia dan Gaung Bayangnya bagi Indonesia

Pada hari Senin, 20 Januari 2025, Donald Trump dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat ke--47, menandai dimulainya masa jabatan keduanya. Mengutip CBC News (2025), upacara inaugurasi yang seharusnya diadakan di luar ruangan, kali ini dipindahkan menjadi di dalam rotunda Capitol karena suhu yang sangat rendah di Washington D.C. Acara tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh terkemuka, termasuk para mogul industri teknologi seperti Elon Musk, Sundar Pichai, Jeff Bezos, Mark Zuckerberg, dan Tim Cook (The Times, 2025).

Dalam pidato pelantikannya, Presiden Trump dalam pidatonya menyatakan bahwa 20 Januari 2025 sebagai Hari Pembebasan atau Liberation day bagi rakyat Amerika (Bloomberg Technoz, 2025). Pelantikan kali ini dinilai berbeda dari sebelumnya, dengan kehadiran banyak miliarder teknologi alih-alih hanya mengundang para tamu kehormatan pada umumnya, serta adanya peningkatan keamanan yang lebih ketat di pusat kota Washington. Pendukungnya melakukan perayaan di jalan-jalan dan di Capitol One Arena, menyambut usulan-usulannya dan mencemooh politisi Democrats yang berseberangan. Secara keseluruhan jika dilansir dari New York Magazine (2025), pidato Trump kali ini mencerminkan nada dan isi kampanye sebelumnya yang ditandai dengan tema-tema kemarahan dan pembalasan.

Trump menyatakan dengan ini dimulainya "Golden Era" bagi Amerika, menekankan komitmennya untuk menempatkan Amerika sebagai prioritas utama, memulihkan kedaulatan, dan memastikan keadilan. Ia menyoroti tantangan yang dihadapi negara, termasuk kurangnya kepercayaan terhadap pemerintah, masalah imigrasi, respons terhadap bencana, kesehatan masyarakat, dan pendidikan. Trump mengumumkan rencana untuk menetapkan keadaan darurat nasional di perbatasan selatan, mencapai kemandirian energi, mereformasi perdagangan, hingga berinovasi untuk membentuk Department of Government Efficiency (DOGE) yang dipimpin  Elon Musk dan Vivek Ramaswamy. Ia juga berjanji untuk memulihkan kebebasan berbicara, memastikan masyarakat yang adil dan berbasis merit, mendukung militer, hingga mengakhiri segala bentuk rekayasa sosial. Selain itu, Trump menyatakan niatnya untuk merebut kembali Terusan Panama dan melanjutkan eksplorasi luar angkasa dengan tujuan mengirim astronot ke Mars (AP News, 2025).

Arah kebijakan ini juga menandakan adanya potensi perubahan dalam kebijakan luar negeri dan ekonomi AS, yang dapat memiliki dampak signifikan bagi Indonesia. Kembalinya Donald Trump ke kursi kepresidenan AS berpotensi menjadi momen penting dalam berubahnya tatanan politik dunia. Bagi Indonesia, sebagai salah satu pemuka ekonomi di Asia Tenggara dan kekuatan yang sedang berkembang, perubahan ini beririsan dengan ambisinya untuk memperkuat kehadiran global melalui afiliasi dengan BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan) serta keinginan untuk bergabung dengan Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD. Kedua aspirasi ini mencerminkan strategi Indonesia dalam menghadapi dinamika tatanan global yang terus berubah di tengah ketidakpastian yang meningkat.

Dalam masa jabatan keduanya, Presiden Donald Trump memperkenalkan serangkaian kebijakan ekonomi yang juga dikenal sebagai Trumponomics 2.0, yang berfokus pada proteksionisme perdagangan, deregulasi, dan insentif bagi bisnis domestik (Prasetyantoko, 2025). Salah satu langkah utamanya adalah penerapan tarif tinggi terhadap barang impor, termasuk rencana mengenakan tarif 60% pada produk asal Tiongkok dan 10% hingga 20% pada impor dari negara lain. Dilansir dari Bussines Insider (2025), Trump juga mengusulkan pembentukan External Revenue Service untuk mengelola penerimaan dari tarif ini, dengan tujuan meningkatkan pendapatan negara meskipun berpotensi menaikkan harga barang bagi konsumen.

Selain itu, Trump berencana menurunkan pajak perusahaan dari 21% menjadi 15% untuk menarik investasi kembali ke Amerika Serikat dan merangsang pertumbuhan industri domestik. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing perusahaan Amerika, namun ekonom memperingatkan potensi peningkatan inflasi dan defisit anggaran akibat penurunan pendapatan pajak (El País, 2025).

Di sektor energi, merujuk pada Investopedia (2025), Trump mendeklarasikan National Energy Emergency untuk mendorong peningkatan produksi minyak domestik, dengan tujuan menurunkan biaya energi dan mengurangi ketergantungan pada impor. Langkah ini termasuk pembatalan berbagai kebijakan energi hijau sebelumnya, yang menurut Trump berkontribusi pada tingginya biaya hidup.

Kebijakan imigrasi juga menjadi fokus utama, Trump yang seorang politisi Republican mempunyai rencana deportasi massal pada imigran ilegal dan penghentian kewarganegaraan berdasarkan kelahiran (The Times, 2025). Langkah ini diproyeksikan akan mempengaruhi pasar tenaga kerja, terutama di sektor yang bergantung pada tenaga kerja imigran, serta menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan. Terlebih, merujuk Prasetyantoko (2025), bahwasanya tidak menutup kemungkinan mereka yang terdeportasi ini akan tergantikan oleh kecerdasan buatan atau Artificial intelligence (AI).

Secara keseluruhan, kebijakan pemerintahan Presiden Trump diperkirakan akan membawa perubahan signifikan dalam dinamika ekonomi dan politik global. Indonesia perlu terus memantau perkembangan ini dan menyesuaikan strategi ekonominya agar tetap kompetitif di pasar internasional. Berikut adalah rangkuman prediksi dampak-dampaknya bagi Indonesia:


Dampak Kebijakan Geopolitik Trump 2.0 bagi Indonesia


1. Penyesuaian Kebijakan Luar Negeri dan Strategi Penyeimbangannya

Kebijakan luar negeri Indonesia telah lama ditandai dengan pendekatan non-blok. Namun, kebijakan America First yang diusung Trump dan potensinya untuk kembali berkuasa dapat memaksa Indonesia mempertimbangkan kembali poros strategisnya. Selama masa jabatan Trump sebelumnya, terjadi penurunan kerja sama multilateral dan peningkatan fokus pada transaksi bilateral, yang meminggirkan peran ASEAN sebagai platform utama diplomasi Asia Tenggara (Arifianto, 2024).

Sebagai pemimpin ASEAN, Indonesia sangat bergantung pada kerangka kerja multilateral untuk menjaga stabilitas di Indo-Pasifik. Potensi Trump untuk mengesampingkan ASEAN demi QUAD (Quadrilateral Security Dialogue) dapat melemahkan pengaruh diplomatik Indonesia di kawasan tersebut (Santoso, 2024). Untuk mengimbanginya, Indonesia semakin mendekat pada BRICS, sebuah blok yang menyediakan platform alternatif bagi kekuatan menengah untuk menegaskan pengaruhnya dalam tata kelola global.

Menurut Molou (2024), BRICS memberikan ruang penting bagi Indonesia untuk mendorong multipolaritas, terutama di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dan Cina. Dengan berafiliasi dengan BRICS, Indonesia dapat memperkuat hubungan ekonomi dan politik dengan ekonomi berkembang lainnya sambil mengurangi ketergantungan pada institusi yang berorientasi Barat. Namun, strategi ini tentu memiliki risiko. Natalegawa (2024) memperingatkan bahwa hubungan yang lebih dekat dengan BRICS dapat menjauhkan Indonesia dari sekutu Barat tradisional serta juga dapat memperumit proses untuk bergabung dengan OECD yang memprioritaskan tata kelola demokratis dan reformasi pasar.


2. Hubungan Bilateral AS-Indonesia di Era Trump 2.0

Hubungan AS-Indonesia secara historis ditandai oleh campuran kerja sama dan perbedaan. Sementara pemerintahan Biden memprioritaskan pembangunan kembali aliansi dan keterlibatan multilateral, kembalinya Trump dapat mengganggu upaya tersebut. Menurut Strangio (2021), upaya pemerintahan Biden untuk melanjutkan dialog strategis dengan Indonesia menunjukkan komitmen yang diperbarui untuk memperkuat hubungan bilateral.

Namun, pendekatan diplomasi transaksional a la Trump juga dapat merusak kemajuan ini. Pradnyana (2024) menyoroti bahwa preferensi Trump untuk unilateralisme serta penekanannya pada defisit perdagangan AS dapat meningkatkan pengawasan terhadap ekspor Indonesia, terutama di sektor tekstil dan elektronik. Selain itu, kepemimpinan Indonesia dalam ASEAN dapat melemah jika AS terus memprioritaskan QUAD dibandingkan ASEAN sebagai platform utama untuk keterlibatan Indo-Pasifik (Hiebert, 2025).

Meski demikian, fokus Trump pada kesepakatan bilateral dapat menciptakan peluang bagi Indonesia untuk merundingkan kembali perjanjian perdagangan. Sebagaimana dicatat oleh Fitriani (2017), pentingnya posisi strategis Indonesia di Indo-Pasifik menempatkannya sebagai mitra berharga bagi AS, terutama dalam menghadapi pengaruh Cina di kawasan ini.

Di sisi lain, di tengah tantangan tersebut, terdapat peluang yang dapat dimanfaatkan Indonesia. Ketegangan geopolitik antara AS dan Tiongkok membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi alternatif bagi investor yang ingin mendiversifikasi basis produksi mereka. Negara-negara Asia Tenggara, termasuk Vietnam yang sudah bamyak mengambil keuntungan dari perang dagang ini (Purwowidhu, 2024). Indonesia harus mampu  melakukan hal yang sama dengan memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan daya saing manufaktur domestik. Reformasi struktural, peningkatan efisiensi birokrasi, dan penguatan sistem hukum dapat menjadi langkah penting dalam menarik investasi asing langsung.

Indonesia juga perlu menjaga peran aktifnya dalam forum-forum multilateral seperti WTO dan IMF, terutama jika AS di bawah Trump memilih untuk mengurangi keterlibatannya. Dalam konteks perubahan iklim, Indonesia dapat mengambil peran kepemimpinan global, mengingat Trump kemungkinan akan mengabaikan isu ini.

 

Implikasi Ekonomi Trump 2.0 terhadap Indonesia

1. Risiko Perdagangan dan Investasi

Implementasi Trumponomics 2.0 diperkirakan akan membawa dampak besar bagi dunia global, termasuk bagi Indonesia. Menurut Widi (2024), Adanya penerapan tarif tinggi oleh Amerika Serikat dapat memicu perang dagang yang mengganggu rantai pasokan global dan menurunkan volume perdagangan internasional dan bagi Indonesia, hal ini berarti perlu menyesuaikan strategi ekspor dan mencari pasar alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada pasar Amerika.

Selain itu, kebijakan penurunan pajak dan deregulasi di Amerika Serikat dapat menarik kembali investasi yang sebelumnya dialokasikan ke negara berkembang. Untuk mengantisipasi hal ini, Indonesia perlu memperkuat iklim investasi domestik melalui reformasi struktural, peningkatan efisiensi birokrasi, dan penegakan hukum yang konsisten (Anwar, 2024).

Di sektor energi, peningkatan produksi minyak Amerika Serikat dapat mempengaruhi harga minyak global, yang berdampak pada perekonomian Indonesia sebagai negara pengimpor minyak. Jika merujuk pada Purwanti (2025), adanya fluktuasi pada harga energi ini menandakan perlunya kebijakan energi nasional yang adaptif dan diversifikasi sumber energi untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Kebijakan perdagangan yang proteksionis Trump selama masa jabatan pertamanya secara signifikan mengganggu rantai pasok global dan aliran perdagangan. Ing dan Vadilla (2024) berpendapat bahwa kebijakan ini dapat memiliki dampak jangka panjang bagi ekonomi Indonesia yang bergantung pada perdagangan, khususnya di sektor pertanian, tekstil, dan elektronik.

Keterlibatan Indonesia yang semakin besar dengan BRICS memberikan peluang untuk mengurangi risiko ini. Dengan mendiversifikasi kemitraan perdagangan dan mengurangi ketergantungan pada AS, Indonesia dapat memperkuat ketahanan ekonominya. Ramiz (2024) menyoroti bahwa dorongan BRICS untuk dedolarisasi sejalan dengan upaya Indonesia untuk mengurangi kerentanan yang terkait dengan volatilitas keuangan global. Selain itu, Wahyudi (2024) mencatat bahwa hubungan perdagangan yang lebih erat dengan negara-negara BRICS dapat meningkatkan ketahanan ekspor Indonesia, terutama di sektor pertanian.


2. Pembiayaan Infrastruktur dan Pembangunan

Bank Pembangunan Baru (NDB) milik BRICS menawarkan sumber pendanaan yang penting bagi proyek infrastruktur Indonesia. Menurut Rahman (2024), partisipasi Indonesia dalam inisiatif yang didanai NDB dapat mempercepat agenda pembangunannya, terutama dalam energi terbarukan dan urbanisasi berkelanjutan. Investasi ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Indonesia, yang memprioritaskan pengembangan infrastruktur sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi.

Sebaliknya, aspirasi Indonesia untuk bergabung dengan OECD mencerminkan ambisinya untuk menarik lebih banyak investasi langsung asing (FDI) dengan menyelaraskan diri pada standar tata kelola global. Pullipati dan Hussain (2024) berpendapat bahwa keanggotaan OECD dapat meningkatkan kredibilitas ekonomi Indonesia, memperbaiki peringkat kredit kedaulatan, dan meningkatkan kepercayaan investor. Namun, menyeimbangkan manfaat keuangan dari BRICS dengan reformasi tata kelola yang diperlukan untuk keanggotaan OECD menghadirkan tantangan kebijakan yang signifikan.


3. Kesiapan Indonesia menyambut Era Trumponomics 2.0

Menanggapi kebijakan perdagangan AS yang lebih proteksionis, merujuk pada CNBC Indonesia (2025), Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arif Havas Oegroseno, mengungkapkan bahwa Indonesia dan negara-negara lain dapat menghindari tarif tinggi dengan menjalin kerja sama langsung dengan pemerintah negara bagian di AS, seperti yang telah dilakukan oleh Jepang, China, Korea Selatan, Inggris, Jerman, Kanada, dan Meksiko. Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat menjadi 3,1% pada tahun 2025 dan 3% pada tahun 2026, dengan hanya Amerika Serikat yang diprediksi mengalami pertumbuhan positif. Ia juga mengingatkan bahwa inflasi di AS akan meningkat, dan Federal Reserve kemungkinan hanya akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali pada tahun 2025, lebih sedikit dari perkiraan sebelumnya (CNBC Indonesia, 2025).

Pemerintah Indonesia tetap optimistis bahwa ancaman pengenaan tarif perdagangan yang tinggi oleh AS tidak akan berdampak signifikan terhadap kinerja ekspor Indonesia, mengingat Indonesia telah lama menghadapi tarif tersebut, terutama pada komoditas seperti sepatu dan pakaian. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa Indonesia akan terus mendorong upaya kerja sama ekonomi bilateral dengan AS untuk menurunkan tarif (CNBC Indonesia, 2025).

 

Jalan Pragmatik ke Depan bagi Indonesia

Kembalinya Donald Trump, ditambah dengan keterlibatan Indonesia yang semakin besar dengan BRICS dan aspirasinya untuk bergabung dengan OECD, menghadirkan lanskap yang kompleks namun transformatif bagi diplomasi Indonesia. Seperti yang disampaikan oleh Arifianto (2024), Indonesia harus menavigasi keseimbangan yang rumit, memanfaatkan lokasi strategis, potensi ekonomi, dan fleksibilitas diplomatiknya untuk menegaskan perannya dalam tata kelola global.

Dengan secara proaktif terlibat dengan BRICS dan OECD, Indonesia dapat meningkatkan pengaruh globalnya sambil melindungi kepentingan nasionalnya. Namun, kesuksesan akan bergantung pada kemampuannya untuk menyelaraskan afiliasi ini sehingga kemitraannya dengan BRICS dan OECD saling melengkapi, bukan bertentangan. Dengan melakukan hal ini, Indonesia dapat muncul sebagai pemain kunci dalam membentuk masa depan tata kelola global di tengah ketidakpastian tatanan dunia di bawah kepemimpinan Trump.

 

 

Daftar Pustaka

Arifianto, A. R. (2024). Indonesian Foreign Policy under Trump 2.0: Between Non-alignment and Realignment. RSIS.

Associated Press. (2025). Trump's inauguration speech: Full transcript and analysis. Retrieved from https://apnews.com/article/trump-transcript-inauguration-inaugural-address-3d911cbb2ffc9b903d9fff2088948318

BBC News. (2025). Trump's inauguration speech: Key highlights. Retrieved from https://www.bbc.com/news/articles/cj02zmj59r5o

Bloomberg Technoz. (2025). Pidato perdana Trump 20 Januari: Hari pembebasan rakyat AS. Retrieved from https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/60824/pidato-perdana-trump-20-januari-hari-pembebasan-rakyat-as

CBS News. (2025). 6 takeaways from Trump's inaugural address. Retrieved from https://www.cbsnews.com/news/6-takeaways-from-trumps-inaugural-address/

CNBC Indonesia. (2024). Warning dari Bos BI: Dunia bakal suram usai Trump dilantik. Retrieved from https://www.cnbcindonesia.com/market/20241214164058-17-596014/warning-dari-bos-bi-dunia-bakal-suram-usai-trump-dilantik

CNBC Indonesia. (2025). 12 kebijakan Trump yang bisa gegerkan dunia. Retrieved from https://www.cnbcindonesia.com/news/20250120152118-4-604577/12-kebijakan-trump-yang-bisa-gegerkan-dunia

CNBC Indonesia. (2025). Indonesia merasa kebal dari kebijakan tarif perdagangan Trump. Retrieved from https://www.cnbcindonesia.com/news/20250114065636-4-602919/indonesia-merasa-kebal-dari-kebijakan-tarif-perdagangan-trump

CNBC Indonesia. (2025). RI ungkap ada cara akali kebijakan Trump soal tarif impor. Retrieved from https://www.cnbcindonesia.com/news/20250113202851-4-602900/ri-ungkap-ada-cara-akali-kebijakan-trump-soal-tarif-impor-ini-dia

Euronews. (2025). Six takeaways from Trump's inauguration speech. Retrieved from https://www.euronews.com/2025/01/20/six-takeaways-from-trumps-inauguration-speech

Ing, L. Y., & Vadilla, Y. (2024). How A Second Trump Presidency Will Impact Indonesian Economy. Jakarta Globe.

Intelligencer New York Magazije. (2025). Trump's inaugural address was just another MAGA rally speech. Retrieved from https://nymag.com/intelligencer/article/trumps-inaugural-address-was-just-another-maga-rally-speech.html

Natalegawa, A. (2024). Has the United States lost Southeast Asia? East Asia Forum Quarterly, 16(4), 32-34.

Notus. (2025). A better speech? Trump’s second rambling, off-the-cuff inaugural address. Retrieved from https://www.notus.org/donald-trump/a-better-speech-trump-second-rambling-off-the-cuff-inaugural-address

Pradnyana, H. (2024). What Would Trump 2.0 Mean for Indonesia? Modern Diplomacy.

Purwowidhu, C. S. (2024). Trump Presiden Terpilih AS, Ini Tantangan dan Peluang Ekonominya. Media Keuangan+ Kementerian Keuangan. Retrieved from https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/trump-presiden-terpilih-as-ini-tantangan-dan-peluang-ekonominya?utm_source=WhatsApp&utm_medium=share-button

Pullipati, G., & Hussain, A. (2024). FDI Trends and Indonesia’s Position within BRICS and MINT Economies. IEEE International Conference on Economics.

Rahman, M. D. F. (2024). Pertumbuhan Ekonomi Hijau: Model pada Negara BRICS, G7, dan Indonesia. Parahyangan Catholic University Repository.

Ramiz, T. (2024). A Multipolar Shift: Assessing BRICS' Pursuit of De-Dollarization and Its Global Implications. ResearchGate.

Solingen, E. (2025). Global value chains in a brave new world of geopolitics. Journal of Political Power, 1-13.

The Guardian. (2025). Trump inaugural address fact-check: What he got right and wrong. Retrieved from https://www.theguardian.com/us-news/2025/jan/20/trump-inaugural-address-factcheck

The Times. (2025). Trump’s 2025 inauguration speech: Key points and implications. Retrieved from https://www.thetimes.com/world/us-world/article/address-trump-inauguration-2025-speech-jhgcvcw5q

Wahyudi, N. K. (2024). Export-Import Analysis of the Agricultural Sector in Indonesia with BRICS Countries. Policy Brief.

Yeoh, T. (2024). Southeast Asia builds BRICS+ connections as Washington’s influence wanes. East Asia Forum Quarterly, 16(4), 8-10.

0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *